Direktur ISLaMS Jadi Pemateri Kunci dalam Pembekalan CPNS Penghulu Kanwil Kemenag DIY

ISLaMS, Yogyakarta – Direktur Institute for the Study of Law and Muslim Society (ISLaMS), Prof. Euis Nurlaelawati, M.A., Ph.D., hadir sebagai pemateri kunci dalam kegiatan pembinaan kompetensi bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Penghulu yang digelar oleh Bidang Urusan Agama Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY. Acara yang berlangsung pada Rabu, 3 September 2025, di Aula Lantai 3 Kanwil Kementerian Agama DIY tersebut mengusung tema “Dinamika Hukum Keluarga Islam di Indonesia: Beberapa Isu dan Praktik Hukum Perkawinan di Pengadilan Agama dan KUA”.
Kehadiran Prof. Euis yang merupakan Guru Besar Hukum Islam tersebut untuk mengisi aspek kompetensi substantif hukum. Hal ini sejalan dengan penjelasan Kepala Kanwil, Dr. Bahiej, yang membuka acara dengan menekankan bahwa kompetensi seorang penghulu terdiri dari tiga aspek utama, yaitu kompetensi teknis, substantif, dan sosial.
Sebagai direktur Institute for the Study of Law and Muslim Society (ISLaMS) yang fokus pada kajian hukum dan masyarakat Muslim dan sebagai dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Prof. Euis memaparkan analisis mendalam tentang kompleksitas hukum keluarga Islam kontemporer. “Banyak isu hukum yang muncul akibat kekosongan hukum atau ketidakserasian antar regulasi. Fenomena ini sering menimbulkan disparitas penafsiran dan penerapan hukum di tingkat praktis,” jelasnya.
Secara rinci, ia kemudian menguraikan isu-isu aktual yang menjadi tantangan para penghulu, mulai dari persoalan status anak yang lahir dari pernikahan yang berlangsung kurang dari enam bulan hingga implikasinya pada masalah perwalian. “Selain dua isu hukum tersebut, keabsahan akad nikah melalui media digital juga menjadi isu penting seiring perkembangan teknologi dan haidrnya situasi tertentu, seperti pandemi,” tambahnya.
Tidak hanya membahas isu hukum, Direktur ISLaMS ini juga mengkritisi praktik-praktik di masyarakat yang sering menyimpang dari ketentuan hukum Islam yang disediakan oleh negara, seperti nikah di bawah umur dan poligami yang pelaksanaannya tidak sesuai dengan syarat administratif. Menurutnya, hal tersebut tidak lepas dari pengaruh kuat faktor budaya, pemahaman keagamaan yang beragam, kondisi sosial dan kondisi ekonomi.
Pada sesi tanya jawab, antusiasme peserta terlihat dengan banyaknya pertanyaan, terutama seputar perwalian, pengangkatan anak, dan pernikahan dalam kondisi hamil. Para peserta mengaku masih membutuhkan pendalaman materi normatif, terlebih peserta mempunyai latar belakang pendidikan yang beragam-- tidak hanya dari ilmu hukum Islam tetapi juga dari bidang non-hukum, seperti dakwah, adab dan ilmu budaya, dan ushuluddin--.
Menanggapi masukan ini, penyelenggara kegiatan, D. Halili Rais, dan kepala Urusan Agama Islam, bapak Drs Sa’ban, mengakui adanya keterbatasan waktu. “Kami menyadari perlu ada sesi lanjutan untuk pendalaman materi yang lebih komprehensif,” ujar Dr Halili. Meski demikian, kedua pimpinan di Kanwil DIY tersebut menilai bahwa kehadiran dan paparan dari Prof. Euis tersebut telah memberikan perspektif akademis dan bekal yang sangat berharga bagi para calon penghulu dalam menyikapi persoalan aktual di masyarakat dan dalam menjalankan tugas-tugas kepenghuluan mereka. Untuk pemahaman norma-norma hukum, ia mendorong peserta secara mandiri memperdalam pemahaman melalui studi literatur peraturan perundang-undangan dan pedoman kerja yang berlaku (GRS).