logo

logo

Welcome to the Institute for the Study of Law and Muslim Society, an academic entity committed to being a center of excellence in developing legal knowledge and understanding the dynamics of Muslim societies.

Get In Touch

Keadilan Gender dan Perlindungan Agama dalam Hukum Keluarga: Perspektif Psikologi Hukum

Keadilan Gender dan Perlindungan Agama dalam Hukum Keluarga: Perspektif Psikologi Hukum

KEADILAN GENDER DAN PERLINDUNGAN AGAMA DALAM HUKUM KELUARGA:

PERSPEKTIF PSIKOLOGI HUKUM

 

Kajian dalam hukum keluarga memerlukan kajian interdisipliner, salah satunya menggunakan perspektif psikologi. Terdapat hubungan yang erat antara kajian hukum dengan kajian psikologi dalam berbagai aspek. Tokoh psikologi, Sigmeund Freud menyatakan bahwa psikologi dapat diterapkan dalam bidang hukum. Dalam sejarahnya psikologi dan hukum mencari bentuk serta peran dalam disiplin ilmu masing-masing. Demikian paparan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Mufidah Cholil, M.A, Guru Besar UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam kegiatan Workshop Finalisasi dan Pengayaan Laporan Penelitian yang diselenggarakan oleh Institute for the Study of Law and Muslim Society (ISLaMS). Kegiatan ini merupakan rangkaian dari kolaborasi riset antara ISLaMS dengan Norwegian Centre for Human Rights (NCHR), Universitas Oslo, tentang “Improving Legal Awareness on Children Rights among Islamic Courts’ Judges in Indonesia: Reviews on Legal Norms and Practices in the Perspective of Gender Equity.

 

Kegiatan workshop ini dilaksanakan selama 2 hari, Sabtu – Minggu, 23 – 24 Nopember 2024, bertempat di Jasmin Room, Grand Rohan Hotel Yogyakarta. Hadir dalam kegiatan ini adalah para Tim Peneliti ISLaMS, yaitu: Prof. Euis Nurlaelawati, M.A., Ph.D, Prof. Dr. Ali Sodiqin, M.Ag, Dr. Lindra Darnela, M.Hum, Dr. Abdul Mujib, M.Ag, Muhammad Jihadul Hayat, M.H., Nurainun Mangunsong, S.H., M.Hum, Eri Susanti, SE., M.M, dan Gusti Rian Saputra, M.H.

 

 

Menurut Direktur ISLaMS, Prof. Euis Nurlaelawati, kegiatan ini bertujuan untuk memfinalisasi laporan penelitian yang sudah dikerjakan oleh Tim Peneliti. Beberapa bab dalam laporan tersebut perlu dilakukan restrukturisasi antar bab, memetakan ada tidaknya pengulangan materi penulisan, penambahan materi laporan dalam bab-bab tertentu, penetapan teknis pengutipan, serta lay out laporan penelitian.  Kehadiran narasumber diharapkan memberikan perspektif baru sebagai bahan pengayaan analisis dalam laporan penelitian.

 

 

Prof. Mufidah memaparkan bahwa antara hukum dan psikologi memiliki interkoneksi yang erat dalam berbagai aspeknya. Hukum mendekati keadilan, sedangkan psikologi mendekati kebenaran. Hukum bersifat preskriptif dan mengatur perilaku manusia, sedangkan psikologi bersifat deskriptif dan menjelaskan perilaku manusia. Di sisi lain, hukum berbasis otoritas, obyektifitas, ideografis (peristiwa dengan ruang dan waktu tertentu), dan mengarah pada kepastian. Sedangkan psikologi berbasis empiris, melakukan advokasi, bersifat nomotetis (menggambarkan pengalaman berulang-ulang), dan memiliki kecenderungan probabilitas.

 

Dalam penanganan masalah hukum, psikologi hukum focus pada mengkaji pelaku tindak pidana (pemohon/termohon), sikap atau perilaku polisi (termasuk di dalamnya mediator), sikap atau perilaku jaksa, sikap perilaku hakim, penegak hukum lainnya, dan korban. Oleh karena itu, psikologi hukum memiliki peran yang sangat penting dalam penanganan masalah hukum, yaitu: (1) memperkuat aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum; (2) menjelaskan kondisi psikologis pelaku,korban, saksi, sehingga aparat penegak hukum dapat mengambil keputusan dengan tepat; dan (3) meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mematuhi hukum yang berlaku. 

 

Peran psikolog juga sangat penting dalam kajian hukum, yaitu sebagai penasehat, evaluator, dan pembaharu hukum. Sebagai penasehat, psikolog dapat memberikan nasehat dalam proses persidangan, sedangkan sebagai evaluator, psikolog memiliki peran untuk mengevaluasi  jalannya persidangan. Peran penting lainnya adalah sebagai pembaharu, yakni psikolog melakukan kajian dalam rangka mereformasi sistem hukum. Oleh karena itu para hakim perlu menguasai psikologi hukum, karena mereka memiliki posisi strategis untuk memadukan terwujudnya kebenaran dan keadilan.  Dalam konteks hukum keluarga Islam Indonesia, Isu-isu pentingnya adalah masalah: pencatatan perkawinan, dispensasi kawin, permohonan poligami, perceraian, nafkah mut’ah, pembagian harta gono gini, dan hadhanah. Penyelesaian masalah-masalah ini memerlukan pelibatan psikologi hukum, terutama dalam penguatan fakta persidangan melalui pemeriksaan terhadap para termohon/tergugat, pemohon/penggugat, maupun para saksi di persidangan.