logo

logo

Welcome to the Institute for the Study of Law and Muslim Society, an academic entity committed to being a center of excellence in developing legal knowledge and understanding the dynamics of Muslim societies.

Get In Touch

Inching Toward Equality: Bilateral Inheritance Under The KHI

Inching Toward Equality: Bilateral Inheritance Under The KHI

 

INCHING TOWARD EQUALITY: BILATERAL INHERITANCE UNDER THE KHI

 

Visi ISLaMS (Institute for the Study of Law and Muslim Society) adalah menjadi lembaga kajian hukum dan masyarakat muslim yang kredibel, professional, dan bermanfaat bagi keilmuan dan kemanusiaan. Visi ini termanifestasikan dalam misi ISLaMS yaitu, (1) mengembangkan riset dalam bidang hukum dan masyarakat muslim secara professional dan bertanggung jawab; (2) meningkatkan kerjasama dengan berbagai lembaga yang mendukung pelaksanaan riset yang bermanfaat bagi kemanusiaan; dan (3) menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas lembaga dan sumber daya manusia dalam penegakan dan pengembangan keilmuan hukum. Guna mewujudkan visi dan misi tersebut Pengurus ISLaMS mendesain berbagai kegiatan seperti: Thesis Talk, Research Talk, Brown Paper Talk, Friday Evening Talk, yang kesemuanya bertujuan untuk mendesiminasikan dan mendiskusikan hasil-hasil penelitian dalam bidang hukum, baik yang normative maupun yang empiris. Kegiatan-kegiatan dilaksanakan secara berkala dan bekerjasama dengan lembaga atau pihak yang relevan, baik dari dalam maupun luar negeri.

 

Hari ini, Senin 22 Juli 2024, ISLaMS menyelenggarakan kegiatan Research Talk dengan mengusung tema “Hukum Islam dalam Kajian: Pengalaman (Fokus dan Pendekatan) Pak Mark”. Narasumbernya adalah Prof. Mark Cammack, B.A., JD, Professor dari Southwestern Law School Los Angeles USA, yang menyampaikan hasil risetnya tentang Kesetaraan Kewarisan Bilateral dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Kegiatan ini merupakan Kerjasama ISLaMS dengan Prodi Doktor Ilmu Syari’ah, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selama hampir 3 jam diskusi bersama Pak Mark berlangsung di Ruang Teknoklas Lantai 1 Fakultas Syari’ah dan Hukum dengan serius tapi santai. Peserta diskusi, yang terdiri dari mahasiswa Program Sarjana, Magister, Doktor dan juga para dosen di lingkungan UIN Sunan Kalijaga. Direktur ISLaMS, Prof. Dr. Euis Nurlaelawati, M.A menjadi narasumber pendamping sekaligus moderator dalam Research Talk kali ini.

 

Menurut Pak Mark, para ahli hukum Islam awal yang menguraikan tentang hukum waris menafsirkan Alquran berdasarkan kategori pengalaman mereka sendiri. Penafsiran mereka dipengaruhi oleh struktur sosial Arab berdasarkan suku agnatic. Para ahli hukum yang tidak menyadari adanya dunia yang berbeda dari dunia mereka, sehingga mau tidak mau memasukkan pandangan dunia mereka ke dalam hukum. Di sisi lain, kesadaran akan keragaman sistem kekerabatan memungkinkan kita melihat aturan hukum kewarisan Alquran dari sudut pandang yang berbeda. Hal inilah yang menarik Pak Mark untuk meneliti bagaimana proses penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, khususnya Buku Kedua yang membahas tentang Hukum Kewarisan.

 

Dalam penelitian Pak Mark, ketentuan Hukum Kewarisan Islam dam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendapatkan pengaruh dari pemikiran Hazairin, seorang ahli hukum adat dari Universitas Indonesia. Hazairin mengembangkan hukum kewarisan bilateral, yang memungkinkan pihak laki-laki dan perempuan memiliki hak mewarisi. Dua elemen kunci dari sistem pewarisan Hazairin adalah: pertama, adanya aturan yang memperbolehkan representasi atau penggantian ahli waris yang sudah meninggal. Hazairin mengambil aturan ini dari Alquran 4:33 dan menyebut ahli waris pengganti sebagai “mawali.” Kedua, adanya aturan yang menetapkan prioritas di antara calon ahli waris. Hazairin memperoleh aturan prioritasnya dari prinsip prioritas yang terdapat dalam ayat-ayat mengenai hukum kewarisan dalam Alquran.

 

Namun pada draf akhir Kompilasi Hukum Islam, tidak semua ide dari Hazairin diadopsi oleh para perumus. Ide Hazairin yang masuk dalam KHI adalah ketentuan tentang ahli waris pengganti (mawali), yang mengubah secara signifikan sistem kewarisan patrilineal, karena memberikan hak kewarisan melalui jalur perempuan. Dalam pandangan Pak Mark, konsep ahli waris pengganti merupakan kontribusi penting dari Hazairin yang mengarah pada penerapan asas kesetaraan (equality) dalam hukum kewarisan Islam di Indonesia.

 

Di akhir pemaparannya, Pak Mark menyimpulkan bahwa, realitas yang terjadi secara signifikan dan melebih-lebihkan argumen bahwa otoritas Pengadilan Agama telah mengadopsi teori Hazairin. Sampel kasus adalah sampel yang kecil dan sulit untuk diteliti, padahal hukum yang diterapkan di Pengadilan Agama mirip dengan Hazairin secara garis besar meskipun ada banyak perbedaan detail. Tidak semua hakim setuju dengan teori Hazairin Namun jika diparafrasekan bahwa “reformasi Islam di Indonesia masih panjang, namun mengarah pada kesetaraan atau equality.”

 

Para peserta sangat antusias menyimak paparan Pak Mark dari awal hingga selesai. Hal ini tebukti Ketika sesi tanya jawab, banyak peserta yang mengajukan pertanyaan seputar hukum kewarisan Islam dan proses penyusunan KHI.