
OBSERVASI KE PA BANTUL: IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK ANAK
Sebagai bagian dari pelaksanaan riset kolaboratif antara Institute for the Study of Law and Muslim Society (ISLaMS) dengan Norwegian Centre for Human Rights (NCHR) Universitas Oslo, Tim peneliti ISLaMS melakukan kunjungan ke beberapa Pengadilan Agama di wilayah Propinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pada hari Senin, tanggal 12 Agustus 2024, Tim ISLaMS yang terdiri dari: Prof. Dr. Euis Nurlaelawati, M.A (Lead Researcher), Prof. Dr. Ali Sodiqin, M.Ag (Researcher), Dr. Lindra Darnela, M.Hum (Researcher), Dr. Abdul Mujib, M.Ag (Researcher), Dr. Hijrian Angga Prihantoro, LLM (Researcher), Muhammad Jihadul Hayat (Researcher), dan Eri Susanti, SE, MM (Finance staff) mengunjungi Pengadilan Agama (PA) Bantul. Ketua PA Bantul, Dr. Yengkie Hirawan, S.Ag, M.Ag menerima langsung kedatangan Tim ISLaMS di ruang kerjanya. Ketua Tim peneliti, Prof. Euis menyampaikan maksud kunjungan dan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu: observasi praktik persidangan yang melibatkan hak/subyek anak, wawancara dengan para hakim, dan menginvetarisir putusan-putusan.
Dengan tangan terbuka, Ketua PA Bantul mempersilahkan Tim ISLaMS melakukan kegiatan risetnya. Beliau mendukung penuh upaya penelitian tentang hak-hak anak dalam putusan hakim, terutama dalam perkara: pengasuhan, perwalian atau pengangkatan anak, dan dispensasi kawin. Menurut Ketua PA, penelitian dari para akademisi sangat penting dan membantu para hakim untuk mendapatkan feedback terkait dengan putusan-putusan mereka. Oleh karena itu, Ketua PA Bantul sangat berterima kasih atas kedatangan Tim ISLaMS karena akan berkontribusi positif bagi implementasi perlindungan terhadap hak-hak anak. Setelah berkoordinasi dengan Hakim dan panitera, beliau mengijinkan Tim ISLaMS untuk mengikuti persidangan.
Observasi Persidangan
Tim ISLaMS dibagi menjadi 2 kelompok, dan setiap kelompok memasuki ruang sidang untuk mengikuti jalannya persidangan dan mencatat poin-poin penting yang berkaitan dengan focus penelitian. Pokok perkara persidangan pada hari tersebut berbeda-beda, mulai dari sidang cerai gugat, cerai talak, hingga masalah ekonomi syari’ah. Materi persidangan juga bermacam-macam, mulai dari pemeriksaan perkara, pemeriksaan para pihak, hingga pembacaan putusan.
Majelis hakim yang menyidangkan perkara bersikap professional dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Pada agenda pemeriksaan para pihak misalnya, hakim menanyakan kehadiran para pihak yang berperkara. Ketika salah satu pihak tidak hadir, maka hakim menunda persidangan pada minggu berikutnya. Hakim juga menyarankan bagi para pihak yang mengalami kesulitan komunikasi diminta untuk menghadirkan juru komunikasi untuk memperlancar jalannya persidangan. Demikian juga Ketika para pihak hadir di persidangan, hakim meminta mereka untuk berpikir ulang tentang permohonan perceraian. Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan menyarankan mereka untuk melakukan mediasi. Dalam mediasi nantinya, hakim juga meminta para pihak untuk menyepakati hal-hal yang merupakan dampak dari perceraian, seperti hak-hak istri (hak mut’ah, hak nafkah selama masa iddah), hak asuh anak, dan besaran nafkah anak.
Pada materi persidangan pembacaan putusan, hakim membacakannya di hadapan para pihak yang berperkara. Hakim Ketua membacakan kronologi persidangan, hasil mediasi yang sudah disepakati, penentuan hak asuh anak, besaran mut’ah yang harus dibayarkan oleh suami, hak nafkah selama masa iddah istri, dan besaran nafkah anak setiap bulan yang harus dibayarkan oleh suami. Pada akhir pembacaan putusan, hakim memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menanyakan hal-hal yang terkait dengan putusan.
Tim Peneliti menemukan tentang bagaimana hakim menentukan hak asuh anak dalam kasus perceraian. Melalui pemeriksaan yang penuh ketelitian dan berdasarkan fakta persidangan, hakim menetapkan hak asuh dua orang anak yang sudah berusia di atas 12 tahun diberikan kepada ibunya. Dasar pertimbangan hakim adalah aspek kedekatan anak dengan ibunya yang didapatkan hakim setelah menghadirkan kedua anak tersebut di persidangan dan mendengarkan pendapat mereka. Di sisi lain, hakim juga mendasarkan putusannya pada ketentuan dalam hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam, dan Undang-undang Perlindungan Anak. Kepentingan terbaik bagi anak menjadi alasan hukum penetapan hak asuh anak kepada ibunya. Meskipun hak asuh diberikan kepada ibunya, hakim menegaskan bahwa ayahnya memiliki hak untuk bertemu, menjenguknya sepanjang tidak mengganggu kepentingan anak dan mendapatkan ijin dari ibunya. Putusan lain yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak adalah penetapan nafkah anak yang harus dibayarkan oleh ayahnya setiap bulan. Nafkah tersebut dibayarkan sampai anak dewasa, dengan ketentuan naik 10% setiap tahunnya. Sang Ayah juga dibebani membayar biaya pendidikan sang anak.
Pendalaman Materi Persidangan
Setelah mengikuti persidangan, Tim Peneliti ISLaMS mengadakan diskusi dengan Ketua PA dan para hakim yang menyidangkan perkara. Diskusi berlangsung di Ruang Media Center Lantai 2 Gedung Pengadilan Agama Bantul. Tujuan diskusi ini adalah mendalami materi persidangan dan mengkonfirmasi beberapa hal yang berkaitan dengan focus penelitian. Materi diskusi diawali dengan adanya putusan tentang nafkah mut’ah yang berupa perhiasan, berbentuk emas. Menurut hakim, nafkah mut’ah tidak harus dalam bentuk uang, tetapi bisa berupa rumah, emas, atau barang. Nafkah mut’ah pada dasarnya adalah pemberian suami kepada istri untuk kesenangannya, sehingga bentuknya sesuai kesepakatan mereka berdua. Tim juga menanyakan tentang hakim tunggal dalam persidangan. Penggunaan hakim tunggal, menurut Ketua PA Bantul, diberlakukan dalam perkara: dispensasi kawin, dan gugatan sederhana, seperti wanprestasi. Keberadaan hakim tunggal ini disebabkan karena faktor kekurangan hakim di Pengadilan Agama. Pelaksanaan sidang dengan hakim tunggal harus dengan seijin Mahkamah Agung.
Dalam hal pengasuhan anak, penentuan hak pengasuhan tidak didasarkan pada jenis kelamin anak tersebut. Dasar yang digunakan oleh hakim adalah ketentuan normative undang-undang, yaitu sebelum anak berusia 12 tahun hak asuh ada pada ibunya, dan setelah 12 tahun diserahkan kepada sang anak. Saat pemeriksaan untuk menentukan hak asuh, maka orang tuanya diminta untuk keluar dari ruang sidang.
Dalam hal penetapan usia minimum perkawinan yang diubah menjadi 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan, menurut hakim hal tersebut sudah sesuai dengan usia kematangan anak. Dalam kasus dispensasi kawin, maka hakim akan melihat kedekatan kedua anak yang dimohonkan dispensasi, pertimbangan kemaslahatan, dan kemampuan finansial orang tuanya.