logo

logo

Welcome to the Institute for the Study of Law and Muslim Society, an academic entity committed to being a center of excellence in developing legal knowledge and understanding the dynamics of Muslim societies.

Get In Touch

Memahami Prinsip-prinsip Hukum Waris

Memahami Prinsip-prinsip Hukum Waris

Memahami Prinsip-prinsip Hukum Waris

Rezkia Zahara Lubis

 

Hukum waris Islam yang dikenal sebagai hukum faraid menjelaskan mengenai kepemilikan dengan relasi yang terbentuk segitiga. Dasar hukum mengenai hukum waris ini dapat ditemukan dalam Alquran surah An-Nisa’ ayat 11, 12 dan 176. Hukum waris berkaitan dengan ruang lingkup manusia karena akan mengalami peristiwa hukum yang namanya kematian, sehingga penting untuk mengetahui hal-hal yang terkait dengan pembagian dan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris. Dalam hukum waris terdapat prinsip-prinsip hukum yang penting untuk dipahami agar mendapatkan penjelasan seputar hukum waris dan keberlanjutan hak-hak maupun kewajiban seseorang yang meninggal dunia. Dengan demikian, hukum waris merupakan norma yang mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris. Pada dasarnya, entitas yang dapat diwariskan berupa hak-hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan. Namun, ada beberapa hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan yang tidak dapat diwariskan, seperti perjanjian kerja, keanggotaan perseroan dan pemberian kuasa. 

Setiap negara memiliki prinsip-prinsip dasar hukum waris yang berbeda-beda, tergantung pada sistem hukum yang dianut. Secara fundamental, prinsip dasar hukum waris meliputi beberapa hal, yaitu: Pertama, Prinsip Ijbari, yaitu pewarisan secara otomatis mendapatkan harta warisan ketika seseorang meninggal dunia berdasarkan ketentuan Allahdalam Alquran. Peralihan harta berlaku dengan sendirinya, bukan pada kehendak pewaris dan ahli waris. Dalam hal ini tidak ada yang memberatkan ahli waris karena yang dibagi adalah harta setelah bersih dari kewajiban, seperti hutang. Ketentuan ini berbeda dengan KUHPerdata yang menentukan bahwa peralihan harta tergantung pada kehendak dan kerelaan ahli waris serta apabila bersedia menerima warisan, maka berkewajiban menerima konsekwensi membayar hutang.

Kedua, Prinsip Individual. Prinsip ini mengatur bahwa harta warisan dapat dimiliki secara perorangan, tidak terikat oleh ahli waris lainnya dan tidak dapat dibagi, kecuali apabila dikehendaki oleh ahli waris atau karena keadaan lain, misalnya karena anak-anak masih kecil, maka masih dalam kesatuan dengan hak waris istri dari yang meninggal. Dengan kata lain bahwa kewarisan kolektif tidak sesuai dengan hukum kewarisan Islam.

Ketiga, Prinsip Bilateral. Prinsip ini mengatur bahwa ahli waris baik laki-laki maupun perempuan dapat mewarisi dari kedua belah pihak garis kekerabatan. Hal ini berlaku ke berbagai arah, baik garis lurus ke bawah, ke atas maupun ke samping.

Keempat, Prinsip Adanya Kematian. Prinsip ini berkaitan dengan prinsip Ijbari. Setiap orang berkehendak bebas atas hartanya pada saat masih hidup, sedangkan kewarisan berlaku setelah adanya kematian. Namun, terdapat perbedaan antara KUHPerdata dengan hukum waris adat. Dalam KUHPerdata dikenal kewarisan karena wasiat, sedangkan hukum waris adat proses kewarisan dapat dimulai sejak pewaris masih hidup.

Prinsip dalam penerima kewarisan adalah adanya hubungan darah  dan perkawinan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 832 KUH Perdata, “Yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun di luar perkawinan, dan suami istri yang hidup terlama.” Berdasarkan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa prinsip kewarisan adalah: pertama, mempunyai hubungan darah dengan pewaris,  kedua,mempunyai hubungan perkawinan (dengan pewaris), ketiga, “beragama Islam, dan  keempat, tidak dilarang Undang-undang selaku ahli warisNamun demikian, meskipun prinsip-prinsip hukum ahli waris sudah ada, beberapa tantangan sering terjadi dalam praktiknya yaitu: perbedaan budaya dan agama yang dapat menyulitkan pembagian warisan, terutama di daerah yang memiliki populasi dengan latar belakang budaya atau agama yang beragam. Selain ituadanya kepentingan yang bertentangan ketika ada banyak ahli waris yang memiliki kepentingan yang bertentangan dalam pembagian harta. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan konflik di antara mereka. Yang terakhir, kesulitan proses administrasi dalam pembagian warisan yang seringkali memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar, terutama jika harta warisan tersebar atau memiliki struktur kepemilikan yang kompleks. 

Prinsip-prinsip hukum waris sangat penting untuk diketahui karena berkaitan dengan pemahaman mengenai keadilan dalam pembagian harta dalam hukum waris Islam. Pengetahuan ini penting untuk menghindari potensi sengketa diantara ahli waris. Selain itu, pemahaman mengenai kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak para pihak tertentu, seperti ahli waris yang tidak mampu atau anak-anak di bawah umur, menjadi sesuatu yang tidak bisa diabaikan untuk diketahui ketentuannya. Dengan demikian, hukum waris menjadi salah satu ketentuan dalam hukum Islam yang semestinya dipahami secara baik oleh seluruh umat muslim.